Minggu, 25 Oktober 2015

25.10.2015

Hari ini adalah penentuan. 
25.10.2015

Semakin banyak tahu maka semakin bersar tanggung jawab yang kamu pegang. Semakin banyak tahu maka semakin besar beban yang ditanggung. Semakin banyak tahu maka harus banyak belajar memahami. 

Selasa, 02 Juni 2015

Malam Belum Usai

Malam ini dingin terasakan oleh kulit
Sisa hujan tadi  siang menyisakan embun-embun yang siap menyelimuti malam
Siap mendinginkan sayup malam
Membuat malam lebih terdiam
Malam begitu hanyut
Malam terasa seperti layaknya malam seharusnya
Sunyi. Senyap. Damai. Tenang.
Bukan seperti malam biasanya
Gemerlap. Terang. Gaduh.
Kali ini memang benar-benar malam yang menjadi kenangan
Bagi sedikit manusia seperti itu.

Malam ini tetap hampa
Jangkrik pun enggan berderik
Katak enggan bersorak menikmati sisa hujan
Manusia enggan pula berkeliaran menyapa malam
Kopi lebih mereka sukai
Selimut lebih terasa nyaman
Rumah lebih menarik perhatian
Entah malam kini terselimuti senyap
Dipeluk oleh kehampaan
Memandangi kekosongan
Berdampingan dengan kesunyian
Ditemani oleh ketenangan

Sunyi senyap
Hanya aku yang terdiam di dalam kurung kamar
Terjaga oleh hati yang gundah
Mencoba mengerti kata2 malam ini dengan baik
Tanpa melibatkan prasangka dan ego
Ya. Samua benar dan menyadari bahwa ego ini masih ikut campur
Malam pun ikut campur
Menghadirkan suasana pelik

Selasa, 28 April 2015

Menangislah...

Sinar terik kemarin telah terhapus oleh hujan tadi malam. Ternyata tak perlu menghujat panas, hanya perlu berdoa minta hujan. Betapa Allah Maha Segala Sesuatu.
Pagi ini redup tak seperti biasanya. Awan mulai melindungi bumi dari sinar matahari. Mereka dikuatkan oleh titik-titik air yang bergerombol yang berasal dari evaporasi di bumi. Cantik sekali pagi ini. Pagi pertama dimusim hujan. 

Aku melangkah untuk segera keluar rumah. Rumah yang insyaa Allah diberkahi, karena banyak penghafal alqur'an disini. Rumah yang insyaa Allah menjadi tempat tinggalku sementara ini. Tiba-tiba kaki ku berhenti. Pikiranku dipenuhi dengan rumah dan wajah ayah dan ibuku. Seketika itu dada ini sesak. Tak karuan rasanya. Kangen tapi tak bisa meluapkan kekangenan, sedih karena tak bisa bertemu, bingung jika bertemu dalam keadaan belum selesai studi, tak tega melihat mereka bekerja sangat keras, tak tega melihat mereka lelah, tak sanggup melihat mereka tersenyum manis, tak sanggup mendekap dipangkuan mereka dan berkata maaf. 

Aku mematikan motorku. Segera ku ambil HP di saku dan SMS rumah. Dan respon ibuku cepat sekali. Mungkinkah dia tau perasaan yang berkecamuk ini? Mungkinkah ibu merasakan hal yang sama?. Tiba-tiba air mata ini menetes tanpa seizinku. Langsung aku kenakan masker untuk menutupi perasaanku. Lalu aku start motorku dan melaju disepanjang jalan dengan air mata yang tak sanggup aku hentikan. Melankolis. Redup. Sayup. Aku merasa pagi ini aku ingin meluapkan tangisku sejadi-jadinya. Tak ku pikirkan orang-orang disampingku yang mendengar isak tangisku. Air mata ini sungguh tak mau berhenti. Aku tetap melaju motorku dengan tangis yang senyap disepanjang jalan. Tapi entah aku menikmatinya. Rasa sesak mulai menghilang. Aku mulai tenang. Menikmati perjalanan ke kampusku kembali dengan mengusap-usap sisa-sisa air mata di wajahku. 


12.10.2014

EMOSI

Kali ini tentang emosi...
Suaramu entah membuatku menyingkir
Derap langkahmu membuatku tertelungkup lebih dalam
Permintaaan mu entah membuat sendi kaku bergerak
Candamu entah terasa nyeri tersakiti
Senyummu entah buat aku skeptis

Hilangkan kepercayaan itu
Lenyapkan senyuman
Musnahkan harapan pengorbanan
Senyapkan canda riang
Nihilkan kedekatan

Ada kedengkian disana..
Ada minim ma''rifat disana..
Ada defisit harapan disana...
Ada luka disana...

Ada lebam hati disana... 

01.09.2014

Pergi

Aku tau. Aku, kamu, dia, dan kita akan segera pergi ke kehidupan masing-masing. Mengejar impian kita masing-masing. Apalagi di usia-usia kita seperti ini. Terselesaikannya amanah kuliah dan lembaga membuat kita tak ada lagi kewajiban untuk kita masih bertahan disini bersama. Semua telah menanti sentuhan tangan dakwah kita. Rumah, masyarakat, dan pekerjaan.

Aku paham. Bahwa pergi adalah berat. Meninggalkan kota yang beberapa tahun ini menjadi tanah berpijak. Meninggalkan teman-teman yang menjadi kenyamanan dan kebiasaan bersandar.

Aku pun sadar. Kita telah sibuk dengan masing-masing impian. Saling mengejar impian. Dan aku yakin sedikit demi sedikit kita akan bergerak untuk mencapai impian kita masing-masing. Aku takkan menahanmu teman. Aku akan selalu mendukungmu. Mendukung setiap keputusan hidupmu. Biarpun keputusan itu memisahkan jarak kita, aku akan tetap mendukungmu. Karena itu yang bisa aku lakukan untukmu agar engkau mampu mewujudkan apa yang kau citakan. Jika kita terus bersama maka aku akan terus mendzolimi tangan-tangan yang membutuhkanmu.

Ya. Aku takkan menahanmu. Aku akan selalu mendukungmu. Jika aku menahanmu itu akan menyulitkanmu untuk berpisah denganku. Karena aku tahu, setiap perpisahan dan perpindahan itu berat. Berpisah dan meninggalkan apa yang kita cintai adalah pekerjaan yang sulit.

Aku hanya bisa percaya bahwa kelak kita akan bertemu dalam suasana yang lebih indah dan saling menatap haru. Kelak, ketika kehidupan telah berlanjut, ketika impian kita telah terwujudkan, kita akan bertemu berkumpul dan bercerita seperti dulu.

Aku belajar bahwa pertemanan tak berarti harus dekat dan bersama. Pertemanan adalah saling mendukung dan menguatkan. Dikemudian hari nanti, kita akan berdiri dengan impian masing-masing. Berjuanglah mengejar impian.....

Aku pun sadar. Bahwa aku juga pergi...

Sampai nanti teman...


Selasa, 27 Januari 2015

antara kataku dan katamu



"Aku ingin pergi hari ini" kataku
"Aku melihat engkau tak ingin" katamu
"Entahlah, kaki ini tak ingin pergi. Hati ini masih duduk bertahan" kataku
"Manusia memang seperti itu. Plin plan." katamu

Kasur tergulung amburadul, terjerat oleh tali dengan paksa
buku tertutup berjejal di kardus, semena-mena
Baju-baju tertata malas dikoper
Kipas masih berputar
Jam masih berjalan
Murotal masih tersetel
Tak ada tanda-tanda
bahwa kepergian segera terjadwal

Hati senantiasa menggerutu, apa yang manusia ini pikirkan
"Kaki enggan melangkah, tangan enggan berbenah
Sudah jelas jelas tak ingin pergi kenapa masih ngotot pergi?
Dasar manusia" katamu
"karena pergi adalah perpisahan" kataku
"Bukankah dengan pertemuan harus siap dengan perpisahan?" katamu
"tak bolehkan ada pertemuan tanpa perpisahan?" kataku
"Terserahlah apa katamu" katamu
"baiklah...aku telah memutuskan..
aku tak ingin pergi" kataku.
"kan ku buat pertemuan kita tak ada perpisahan" kataku

"kamu tak mendengar? Kan ku buat pertemuan kita tak ada perpisahan" kataku lagi

"aku tegaskan, pertemuan kita tak kan ada perpisahan" kataku lagi

"terimakasih" katamu.



Selasa, 13 Januari 2015

Pergi

Catatan ini diambil dari tumblrnya Kurniawan Gunadi di http://kurniawangunadi.tumblr.com/ Bismillah.......

Aku, kita, dan setiap teman kita akan pergi. Pergi ke kehidupannya masing-masing dan mewujudkan impiannya. Apalagi diusia-usia seperti ini. Satu per satu teman pergi entah kemana, bahkan hilang kabarnya.
Aku paham. Aku pun pergi. Meninggalkan kota yang beberapa tahun ini ku tinggali. Bahkan meninggalkan teman-teman dan kenyamanan yang ada di sana.
Aku mengerti. Setiap dari kita sedang sibuk dalam hidupnya. Setiap dari kita sedang berusaha keras mencapai impiannya. Sedang menekuni jalan hidupnya masing-masing. Aku hanya mendapat kabar dari teman yang lain atau dari laman media sosialnya. Bahwa satu-per-satu teman sedikit demi sedikit telah bergerak pasti ke arah impiannya.
Aku memahami. Bila teman-temanku kini sibuk bahkan pergi satu persatu. Aku tidak akan menahannya, aku akan mendukungnya. Mendukungnya untuk pergi ke kehidupannya dan mewujudkan apa yang telah menjadi citanya.
Aku merasakan yang demikian. Dukungan dari teman-teman yang akan membuat langkah pergi itu menjadi semakin kuat, menjadi semakin teguh. Karena aku tahu, setiap perpindahan itu berat. Meninggalkan sesuatu yang dicintai, nyaman, apalagi teman adalah sebuah pekerjaan yang sulit.
Tapi, demi kehidupannya, aku akan mendukungnya untuk memantapkan langkah kakinya. Mungkin, kita tidak akan bertemu untuk sekian lama, mungkin pula komunikasi kita akan terputus seiring kesibukan.
Aku hanya percaya bahwa kelak kita semua akan kembali bertemu. Bertemu dalam suasana haru dan saling menatap tak percaya atas apa yang telah kita raih bersama.
Kelak, ketika kehidupan itu telah tertanam kuat pondasinya. Ketika impian itu telah menjadi kenyataan. Kita akan kembali berkumpul dan saling bercerita. Anak-anak kita akan menjadi teman sebagaimana pertemanan kita hari ini.
Kini, mungkin kita semua akan kehilangan teman satu persatu. Tapi, kehilangan itu akan digantikan suatu hari nanti.
Aku menjadi belajar. Bila temanku kini akan pergi ke kehidupan dan impiannya. Aku tidak akan menahannya. Pertemanan bukan berarti harus selalu dekat dan bersama. Pertemanan itu saling mendukung dan menguatkan. Itu yang akan menjadi bekal silaturahmi kelak dikemudian hari. Kala cerita hidup kita akan kita saksikan dan kita semua bisa berdiri tegap dengan impiannya masing-masing. Hari ini, berusaha keraslah. Pergilah ke impian dan kehidupan itu. Kemanapun langkah itu pergi. Tidak akan ada yang menahan, aku akan mendukungmu.
Sampai bertemu kembali ditahun-tahun tak terduga nantinya.

Senin, 05 Januari 2015

Rehat- La Tahzan


Jangan bersedih karena hidup miskin, karena masih banya orang di
sekitar Anda yang hidup dililit hutang! Jangan bersedih karena tak punya
mobil, sebab masih banyak orang di sekitar Anda yang kakinya buntung.
Jangan bersedih karena suatu penyakit, karenan masih banyak orang selain
Anda yang mungkin telah bertahun-tahun tergolek lemas di atas ranjang.
Jangan bersedih karena kehilangan seorang anak, sebab Anda bukan satusatunya
orang yang kehilangan anaknya.

Jangan bersedih, bila Anda memang seorang muslim yang beriman
kepada Allah, para rasul-Nya, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Hari Kiamat
dan qadha' serta qadar yang baik dan yang buruk! Karena, masih banyak
orang kafir yang mengingkari Allah, mendustakan rasul-rasul-Nya,
memutarbalikkan makna al-Qur'an, dan tak mempercai Hari Kiamat, serta
ingkar terhadap qadha' dan qadar.

Jangan bersedih! Kalau memang Anda tak sengaja telah berbuat dosa,
cepatlah bertobat; kalau Anda telah melakukan kejahatan, mintalah
ampunan-Nya; dan kalau Anda telah melakukan satu kesalahan, perbaikilah
kesalahan itu. Bagaimanapun, rahmat dan kasih sayang Allah itu tak
terhingga luasnya, pintu ampunan-Nya selalu terbuka dan ampunan-Nya
senantiasa melimpah ruah.

Jangan bersedih, karena kesedihan hanya akan menyebabkan syaraf
cepat letih, jiwa mudah tergoncang, hati menjadi lemah, dan pikiran tak
tak terarah.

Seorang penyair berkata,
Mungkin saja seseorang merasa terhimpit cobaan,
karena tak sadar bahwajalan keluar ad a di tangan Sang Pencipta
Kola kesesakan semakain berat terasa, dan semua lingkaran
terbuka, ia akan melihat apa yang tak pernah terbayang olehnya.

Sabtu, 03 Januari 2015

Mozaik Kehidupan Sepasang Insan*

Aku ceritakan sebuah mozaik kehidupan sepasang insan. Berkenalan disebuah acara untuk mahasiswa baru yang dihadiri keduanya. Kedua mata tak sengaja beradu pandang. Semilir angin sejenak datang disela-sela hati. Sekejap kemudian saling menunduk. Entah malu dan  gugup jadi campur aduk tak karuan. Menunduk menjadi pilihan. Menunduk mengumpulkan kekuatan untuk berani melawan nafsu yang berantakan. Menunduk merenungi hati yang sedikit kelimpungan. Menunduk berpikir apa yang selanjutnya ia lakukan. Menunduk menata hati dan pikiran agar sejalan.

Keduanya berantakan. Butuh waktu lama untuk hati menjadi seperti semula. Mereka mulai memahami bahwa menghilangkan noda ternyata tak segampang yang dipahami. Butuh sekian hari untuk memulihkan kembali. Ya. Mereka menyadari itu. Maka dari itu masing-masing insan mulai dengan pertahanannya. Dan keduanya memilih pertahanan menghindar. Menghindar untuk berinteraksi langsung ataupun tak langsung. Menghindar untuk berada diforum yang sama. Menghindar untuk saling bertanya. keduanya menyadari bahwa  masing-masing telah sengaja menjauh. Tapi kedua insan tersebut masih menjaga saling berkomunikasi walau sangat jarang sekali. Masih saling bersapa saat bertemu. Masih saling bertebar salam walau jarang berpapasan. Tapi kesan menghindar tak kan menghilang.

Kedua insan tersebut telah pintar mengambil peran. Keduanya semakin lihai dalam manajemen perasaan. Gugup yang dulu terasa menyakitkan kini keduanya lihai mempermainkan. Membiarkan gugup tetap bergetar asal sesuai koridornya. Mata yang dulu berpandang lentik padanya, kini mulai mudah menjinakkannya. Hati yang dulu bergetar ingin segera menghindar, kini mulai sadar bahwa silaturahim lebih diutamakan. Biarlah hati bergetar karena itu adalah tanda sikap malu yang menawan.

Kedua insan telah memahami bahwa hati memang tak bisa dibohongi. Mereka mmebiarkan perasaan itu mengalir perlahan tanpa memberikannya arus. Membiarkan angin yang menjadi nahkodanya. Membiarkan angin membawanya tanpa mereka sadari.

Entah, perasaan itu telah menempuh perjalanan berapa lama  hingga saat ini. Keduanya mulai melupakan. Mulai terbiasa kembali seperti sejak pertemuan mula. Hati mulai sedikit tertata. Tak perlu menghindar lagi rasanya. Keduanya telah memutuskan saling berinteraksi kembali. Namun kedua insan tersebut belum menyadari bahwa endapan bisa mengalir akibat dari gesekan-gesekan bertubi-tubi. Endapan akan membuat keruh aliran. Jika semakin lama mengendap dan delta yang tercipta semakin banyak maka aliran akan semakin keruh. Begitu juga hati, jika pernah merasakan dan menjadi endapan perasaan maka waktu yang akan menjadi lawannya. Dan waktu pula yang akan menjawabnya.

Kita nantikan saja episode hati  yang akan mereka ciptakan selanjutnya. Apakah memang telah takdir dariNya atau memang hiasan hati belaka?




*dari curhatan seorang sobat :)

Hakikat Ulang Tahun

Ulang tahun
Sejatinya umur hidup kita semakin berkurang
Jatah hidup kita semakin sedikit, masa berjaya kita semakin menipis, semakin dekat dengan hari-D, selangkah lebih sekat dengan kematian.

Hakikatnya kulit kita mendekati penuaan. Memori kita semakin terbatas. Langkah kita semakin sempit. Lambung semakin enggan mencerna. Gigi semakin pudar kekuatannya.

Sebenarnya ulang tahun itu, sebagai pengingat sajalah...
Bahwa sebenarnya kita mendekati masanya. Semakin tambah umur semoga semakin berkah...
Semakin mengerti...
Semakin paham...
Karena maut tak pernah bergeser dari tanggal ketetapanNya.

ennysurya at 06/09/2014 6:06
Cemani.