Sabtu, 03 Januari 2015

Mozaik Kehidupan Sepasang Insan*

Aku ceritakan sebuah mozaik kehidupan sepasang insan. Berkenalan disebuah acara untuk mahasiswa baru yang dihadiri keduanya. Kedua mata tak sengaja beradu pandang. Semilir angin sejenak datang disela-sela hati. Sekejap kemudian saling menunduk. Entah malu dan  gugup jadi campur aduk tak karuan. Menunduk menjadi pilihan. Menunduk mengumpulkan kekuatan untuk berani melawan nafsu yang berantakan. Menunduk merenungi hati yang sedikit kelimpungan. Menunduk berpikir apa yang selanjutnya ia lakukan. Menunduk menata hati dan pikiran agar sejalan.

Keduanya berantakan. Butuh waktu lama untuk hati menjadi seperti semula. Mereka mulai memahami bahwa menghilangkan noda ternyata tak segampang yang dipahami. Butuh sekian hari untuk memulihkan kembali. Ya. Mereka menyadari itu. Maka dari itu masing-masing insan mulai dengan pertahanannya. Dan keduanya memilih pertahanan menghindar. Menghindar untuk berinteraksi langsung ataupun tak langsung. Menghindar untuk berada diforum yang sama. Menghindar untuk saling bertanya. keduanya menyadari bahwa  masing-masing telah sengaja menjauh. Tapi kedua insan tersebut masih menjaga saling berkomunikasi walau sangat jarang sekali. Masih saling bersapa saat bertemu. Masih saling bertebar salam walau jarang berpapasan. Tapi kesan menghindar tak kan menghilang.

Kedua insan tersebut telah pintar mengambil peran. Keduanya semakin lihai dalam manajemen perasaan. Gugup yang dulu terasa menyakitkan kini keduanya lihai mempermainkan. Membiarkan gugup tetap bergetar asal sesuai koridornya. Mata yang dulu berpandang lentik padanya, kini mulai mudah menjinakkannya. Hati yang dulu bergetar ingin segera menghindar, kini mulai sadar bahwa silaturahim lebih diutamakan. Biarlah hati bergetar karena itu adalah tanda sikap malu yang menawan.

Kedua insan telah memahami bahwa hati memang tak bisa dibohongi. Mereka mmebiarkan perasaan itu mengalir perlahan tanpa memberikannya arus. Membiarkan angin yang menjadi nahkodanya. Membiarkan angin membawanya tanpa mereka sadari.

Entah, perasaan itu telah menempuh perjalanan berapa lama  hingga saat ini. Keduanya mulai melupakan. Mulai terbiasa kembali seperti sejak pertemuan mula. Hati mulai sedikit tertata. Tak perlu menghindar lagi rasanya. Keduanya telah memutuskan saling berinteraksi kembali. Namun kedua insan tersebut belum menyadari bahwa endapan bisa mengalir akibat dari gesekan-gesekan bertubi-tubi. Endapan akan membuat keruh aliran. Jika semakin lama mengendap dan delta yang tercipta semakin banyak maka aliran akan semakin keruh. Begitu juga hati, jika pernah merasakan dan menjadi endapan perasaan maka waktu yang akan menjadi lawannya. Dan waktu pula yang akan menjawabnya.

Kita nantikan saja episode hati  yang akan mereka ciptakan selanjutnya. Apakah memang telah takdir dariNya atau memang hiasan hati belaka?




*dari curhatan seorang sobat :)

Tidak ada komentar: