Selasa, 28 April 2015

Menangislah...

Sinar terik kemarin telah terhapus oleh hujan tadi malam. Ternyata tak perlu menghujat panas, hanya perlu berdoa minta hujan. Betapa Allah Maha Segala Sesuatu.
Pagi ini redup tak seperti biasanya. Awan mulai melindungi bumi dari sinar matahari. Mereka dikuatkan oleh titik-titik air yang bergerombol yang berasal dari evaporasi di bumi. Cantik sekali pagi ini. Pagi pertama dimusim hujan. 

Aku melangkah untuk segera keluar rumah. Rumah yang insyaa Allah diberkahi, karena banyak penghafal alqur'an disini. Rumah yang insyaa Allah menjadi tempat tinggalku sementara ini. Tiba-tiba kaki ku berhenti. Pikiranku dipenuhi dengan rumah dan wajah ayah dan ibuku. Seketika itu dada ini sesak. Tak karuan rasanya. Kangen tapi tak bisa meluapkan kekangenan, sedih karena tak bisa bertemu, bingung jika bertemu dalam keadaan belum selesai studi, tak tega melihat mereka bekerja sangat keras, tak tega melihat mereka lelah, tak sanggup melihat mereka tersenyum manis, tak sanggup mendekap dipangkuan mereka dan berkata maaf. 

Aku mematikan motorku. Segera ku ambil HP di saku dan SMS rumah. Dan respon ibuku cepat sekali. Mungkinkah dia tau perasaan yang berkecamuk ini? Mungkinkah ibu merasakan hal yang sama?. Tiba-tiba air mata ini menetes tanpa seizinku. Langsung aku kenakan masker untuk menutupi perasaanku. Lalu aku start motorku dan melaju disepanjang jalan dengan air mata yang tak sanggup aku hentikan. Melankolis. Redup. Sayup. Aku merasa pagi ini aku ingin meluapkan tangisku sejadi-jadinya. Tak ku pikirkan orang-orang disampingku yang mendengar isak tangisku. Air mata ini sungguh tak mau berhenti. Aku tetap melaju motorku dengan tangis yang senyap disepanjang jalan. Tapi entah aku menikmatinya. Rasa sesak mulai menghilang. Aku mulai tenang. Menikmati perjalanan ke kampusku kembali dengan mengusap-usap sisa-sisa air mata di wajahku. 


12.10.2014

Tidak ada komentar: