Sinar terik
kemarin telah terhapus oleh hujan tadi malam. Ternyata tak perlu menghujat
panas, hanya perlu berdoa minta hujan. Betapa Allah Maha Segala Sesuatu.
Pagi ini
redup tak seperti biasanya. Awan mulai melindungi bumi dari sinar matahari.
Mereka dikuatkan oleh titik-titik air yang bergerombol yang berasal dari
evaporasi di bumi. Cantik sekali pagi ini. Pagi pertama dimusim hujan.
Aku
melangkah untuk segera keluar rumah. Rumah yang insyaa Allah diberkahi, karena
banyak penghafal alqur'an disini. Rumah yang insyaa Allah menjadi tempat
tinggalku sementara ini. Tiba-tiba kaki ku berhenti. Pikiranku dipenuhi dengan
rumah dan wajah ayah dan ibuku. Seketika itu dada ini sesak. Tak karuan
rasanya. Kangen tapi tak bisa meluapkan kekangenan, sedih karena tak bisa
bertemu, bingung jika bertemu dalam keadaan belum selesai studi, tak tega
melihat mereka bekerja sangat keras, tak tega melihat mereka lelah, tak sanggup
melihat mereka tersenyum manis, tak sanggup mendekap dipangkuan mereka dan
berkata maaf.
Aku mematikan motorku. Segera ku ambil HP di saku dan SMS rumah.
Dan respon ibuku cepat sekali. Mungkinkah dia tau perasaan yang berkecamuk ini?
Mungkinkah ibu merasakan hal yang sama?. Tiba-tiba air mata ini menetes tanpa
seizinku. Langsung aku kenakan masker untuk menutupi perasaanku. Lalu aku start
motorku dan melaju disepanjang jalan dengan air mata yang tak sanggup aku
hentikan. Melankolis. Redup. Sayup. Aku merasa pagi ini aku ingin meluapkan
tangisku sejadi-jadinya. Tak ku pikirkan orang-orang disampingku yang mendengar
isak tangisku. Air mata ini sungguh tak mau berhenti. Aku tetap melaju motorku
dengan tangis yang senyap disepanjang jalan. Tapi entah aku menikmatinya. Rasa
sesak mulai menghilang. Aku mulai tenang. Menikmati perjalanan ke kampusku
kembali dengan mengusap-usap sisa-sisa air mata di wajahku.
12.10.2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar