Rabu, 29 Oktober 2014

Engkau Maha Tahu Segalanya

Aku mengerti Engkau yang memilikiku sepenuhnya.  Tak kuragukan itu. Aku percaya itu. Engkau yang mengerti aku sepenuhnya. Tak ada yang terlewatkan. Bahkan keinginan dalam hati yang baru saja aku pikirkan telah Engkau jawab.  Baru terlintas begitu saja saat perjalanan pulang ke asramaMu, Engkau telah membukakan jalan.  Secepat itu Engkau merespon hambaMu ini.
Malam ini hati ini menjadi saksi betapa Engkau memiliki seluruh dunia ini. Hati yang terselubung pun tak luput dari perhatianMu.
Malam ini kaki-kaki bersilang untuk menyuro'kan evaluasi bulanan. Semua sudah berjalan ketika aku tiba dipintu. Seperti biasa yang putra berada di ujung kiri dan putri di ujung kanan. Aku melipir masuk rumah lewat jalan sebelah. Alasanku sebenarnya tidak ingin mengganggu mereka dengan kedatanganku plus ada perasaan tidak ingin bertemu mereka sebenarnya. Ada rasa kurang berkenan berada di lingkaran mereka. Seperti ini bukan jalanku atau merasa bahwa ada aku atau tidak sepetinya tidak apa-apa. Kalau kata aa gym, aku masuk kategori manusia sunnah sepertinya, ada atau tidaknya tidak diperhitungkan. Nyesek? Iiyaa...begitulah.
Aku masih berada dikamar beres-beres barang dan segera meluncur di pertemuan itu.
Tiap orang dievaluasi keberjalanan amanahnya. Aku? Ya pasti juga masuk hitungan. Aku duduk dekat dengan ketua putri. Menjadi yang terakhir terevaluasi. Dan ketika tiba waktuku dievaluasi, ada beberapa orang yang pergi ijin mendahului ada kepentingan dirumah. Aku berpikir sepertinya Engkau  akan memberitahuku sesuatu berita besar ya Allah. Engkau tidak ingin aib ku terbuka didepan banyak orang. Oke, dan aku? Siap mendengarkan evaluasi. Aku mendengarkan dengan saksama. Diam mencermati tiap kata dan sikap orang-orang saat aku dipertanyakan. Intinya aku harus memilih mana? Kampus atau asrama? Komposisi antara kampus dan asrama yang tidak seimbang. Akad yang dulu disepakati  hanya satu hari off ternyata aku berhari-hari off.  Akad yang dulu disepakati ternyata tak terjalankan lagi. Beliau menjelasakn dengan hati-hati tanpa menyakitiku. Aku tau makna tersiratnya. Aku tau kandungan ucapan itu. Aku tau. Ya. Aku tau. Tapi entah aku tak berani menyebutkan  kata-kata yang ada dipikiranku. Aku tidak seberani yang lain yang menyatakan dengan jahr apa yang dirasakan. Ada satu kata kunci yang sebenarnya ingin beliau dan aku tak berani menyebutnya, yakni keluar. Kita sama-sama orang jawa tulen yang menjunjung tinggi bahasa pragmatik. Semua yang beliau sampaikan adalah tinggal atau keluar. Itu pilihan. Aku benar-benar tak berani menyampaikan. Aku bingung hingga akhirnya wajahku yang linglung itu terbaca oleh penyimak disekeliling kami. Waktu 2 hari menjadi jatahku berpikir untuk berada disini.
Aku masih duduk bersila. Tangan ketua putri menyentuhku dengan lembut. Pertanda simpati padaku. Aku tangkap diwajahnya begiu berat menyampaikan hingga lidah kelu dan hanya tangan yang bisa menyampaikannya. Aku merasa bersalah pada situasi seperti ini. Semua diam. Hening. Hanya aku yang terdengar gamang berbicara sepatah-patah.

Dalam hati, aku takjub padaMu. Engkau begitu cepat membuka jalan untuk aku berfokus diri. Apa ini pertanda dariMu? Istikharah sepertinya menjadi jalanku untuk mencari ridhoMu.

Berilah yang terbaik ya Allah.  

Tidak ada komentar: