Ada
satu sisi peran dan fungsi lain dari da’wah kampus yang tertinggal dan belum
menampakan wujud dan pergerakannya secara konsolidatif dan jama’i. Kalaupun ada
pertumbuhan dan perkembangan lebih banyak disebabkan oleh faktor pribadi dan
‘pembawaan sejak lahir’. Yaitu peran dan fungsi intelektual sebagai iron stock.
Memang sejak digulirkannya da’wah kampus hingga kini, laju peran dan fungsi intelektual sebagai iron stock ini jauh tertinggal dibelakang peran dan fungsi da’awi dan siyasi. Seolah-olah satu peran dan fungsi ini diserahkan oleh da’wah kampus sepenuhnya kepada tanggung jawab pribadi an sich ! Sehingga yang terjadi cukup dramatis. Bahwa tradisi kejama’ian aktifis da’wah kampus hanya hadir pada segmen kerja yang sifatnya sy’iar dan pembinaan atau da’wah siyasi. Tetapi untuk masalah akademis dan study masuk kewilayah privacy dan nafsi-nafsi.
Ekses yang terjadi akibat hal ini juga sangat dramatis, aktifis da’wah kehilangan kesempatan untuk berprestasi, menjalani tradisi intelektual yang dinamis dan berbobot, membangun lingkar kerja dan da’wah yang luas, serta berpartisipasi atas keilmuan yang dimilikinya selain membiaskan masa depan yang dibangunnya.
Memang membincangkan satu hal ini sangat sensitif lantaran berkaitan dengan kemampuan intelejensi dan kerajinan seseorang. Tetapi bukan kemudian da’wah tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap permasalahan ini, apalagi melalaikannya secara sistemik dengan tidak adanya orang atau badan yang berusaha mengelola dan menangani perkembangan serta pertumbuhan sisi tersebut. Adakalanya memang seseorang memiliki kemampuan intelejensia yang biasa-biasa saja, tetapi treatment yang wajar dan perhatian yang seimbang sebenarnya bisa sedikit mengatasi permasalahan tersebut. Tetapi ada juga beberapa aktifis da’wah yang memiliki prestasi yang cukup baik dikampus lantaran kemampuan pribadi dan ‘bawaan orog’.
Memang sejak digulirkannya da’wah kampus hingga kini, laju peran dan fungsi intelektual sebagai iron stock ini jauh tertinggal dibelakang peran dan fungsi da’awi dan siyasi. Seolah-olah satu peran dan fungsi ini diserahkan oleh da’wah kampus sepenuhnya kepada tanggung jawab pribadi an sich ! Sehingga yang terjadi cukup dramatis. Bahwa tradisi kejama’ian aktifis da’wah kampus hanya hadir pada segmen kerja yang sifatnya sy’iar dan pembinaan atau da’wah siyasi. Tetapi untuk masalah akademis dan study masuk kewilayah privacy dan nafsi-nafsi.
Ekses yang terjadi akibat hal ini juga sangat dramatis, aktifis da’wah kehilangan kesempatan untuk berprestasi, menjalani tradisi intelektual yang dinamis dan berbobot, membangun lingkar kerja dan da’wah yang luas, serta berpartisipasi atas keilmuan yang dimilikinya selain membiaskan masa depan yang dibangunnya.
Memang membincangkan satu hal ini sangat sensitif lantaran berkaitan dengan kemampuan intelejensi dan kerajinan seseorang. Tetapi bukan kemudian da’wah tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap permasalahan ini, apalagi melalaikannya secara sistemik dengan tidak adanya orang atau badan yang berusaha mengelola dan menangani perkembangan serta pertumbuhan sisi tersebut. Adakalanya memang seseorang memiliki kemampuan intelejensia yang biasa-biasa saja, tetapi treatment yang wajar dan perhatian yang seimbang sebenarnya bisa sedikit mengatasi permasalahan tersebut. Tetapi ada juga beberapa aktifis da’wah yang memiliki prestasi yang cukup baik dikampus lantaran kemampuan pribadi dan ‘bawaan orog’.
Pada
realitas yang sebenarnya, terjadi gejala yang fenomenal, bahwa seolah-olah ada
keterpisahan jarak yang cukup dalam antara progresifitas da’wiyah dan siyasiyah
dengan akademis. Siyasi dan Da’wy di sebuah gunung yang sama, sementara
akademik di sebuah lembah yang lain, ironis!
Ada
beberapa kemungkinan faktor yang mempengaruhi mengapa laju peran dan fungsi
akademik (fanniyah) tidak begitu cepat progresnya dibandingkan peran dan fungsi
siyasi dan da’wy, diantaranya :
Tidak
seimbangnya para aktifis da’wah kampus memahami manhaj da’wah kampus.
Hal ini mudah terlihat dari tidak diberikannya perhatian yang cukup memadai terhadap fungsi dan peran fanniyah (akademik)
Hal ini mudah terlihat dari tidak diberikannya perhatian yang cukup memadai terhadap fungsi dan peran fanniyah (akademik)
Tidak
seriusnya penataan dan penanganan seputar permasalahan akademik dikalangan
aktifis da’wah kampus. Misalnya, minimnya konsolidasi yang dilakukan untuk
mem-backup permasalahan akademik seperti Konsolidasi Dosen aktifis ,
Konsolidasi orang-orang Pintar dll.
Cara
pandang yang salah terhadap komunitas ‘orang-orang pintar’ dikampus yang tidak
terlibat dalam ‘kegiatan’ teknis dilapangan da’wah kampus.
Ada
kesan bahwa komunitas orang-orang pintar tersebut pragmatis dan egois, sehingga
dijauhi dari perputaran da’wah, padahal mereka bisa diajak beramal islami dalam
wilayah yang lain.
Paradigma terbalik yang sering menjadi kebiasan mahasiswa umum, bahwa menjadi aktifis harus berantakan kuliahnya menyergap dan diamini secara diam-diam ataupun terang-terangan oleh aktifis da’wah juga.
Mentalitas terbelakang dan primitif tentang makna prestasi yang belum menjadi atmosfir dan kebiasaan dikalangan ADK.
Tidak ada treatment yang seimbang terhadap pengembangan dan peningkatan permasalahan ini. Kalau di Kampus ada daurah/training tentang da’wah ataupun siyasi mengapa tidak difasilitasi daurah / training serupa untuk kebutuhan akademik, seperti training kecapakan akademik berupa, Kemampuan membaca dan menghapal cepat, cara Belajar Efektif, atau asistensi dan mentoring mata kuliah dengan pengajar dari komunitas orang-orang pintar dll
Paradigma terbalik yang sering menjadi kebiasan mahasiswa umum, bahwa menjadi aktifis harus berantakan kuliahnya menyergap dan diamini secara diam-diam ataupun terang-terangan oleh aktifis da’wah juga.
Mentalitas terbelakang dan primitif tentang makna prestasi yang belum menjadi atmosfir dan kebiasaan dikalangan ADK.
Tidak ada treatment yang seimbang terhadap pengembangan dan peningkatan permasalahan ini. Kalau di Kampus ada daurah/training tentang da’wah ataupun siyasi mengapa tidak difasilitasi daurah / training serupa untuk kebutuhan akademik, seperti training kecapakan akademik berupa, Kemampuan membaca dan menghapal cepat, cara Belajar Efektif, atau asistensi dan mentoring mata kuliah dengan pengajar dari komunitas orang-orang pintar dll
Sempitnya
pemahaman amal jama’I. Seolah-olah amal jamai hanya milik kegiatan syiar atau
siyasi, tetapi untuk akademik nafsi-nafsi.
Padahal
membicarakan peran dan fungsi intelektual ini, begitu penting dan urgentnya
sebagaimana peran dan fungsi lainnya. Seperti dikemukakan di awal, bahwa peran
dan fungsi yang berbasis kepada kemampuan dan penguasaan disiplin ilmu ini
sangatlah investatif, karena dengan penguasaan dan kemampuan tersebut, kekuatan
kaum muslimin dapat memainkan perannya secara langsung dalam berbagai peran
kehidupan, disektor-sektor strategis dengan kredibilitas intelektualnya. Dan
tidak banyak orang yang mendapat kesempatan untuk mereguk dan menguasai
berbagai disiplin ilmu selain mahasiswa muslim yang study di kampus. Merekalah
cadangan masa depan yang siap menggantikan generasi yang rapuh dan tua dinegeri
ini. Lima, sepuluh, duapuluh tahun dan hari-hari kedepan adalah milik mereka
yang memiliki kompetensi keilmuan dan professional. Apalagi mencermati gejala
globalisasi yang semakin dahsyat dan akan mengancam, apabalia da’wah tidak siap
mengahadapinya. Ketika zaman semakin meritokratif, the right man on the right
place !
Peran
dan fungsi fanniyah dari da’wah kampus ini, sebenarnya lebih kedepan juga
merupakan anak tangga yang sangat diharapkan bisa mengisi diwilayah-wilayah
da’wah profesionalitas berdasarkan pada kompetensi yang dibangunnya dikampus.
Melihat peta dan perkembangan amal da’wah mihani (profesi) kekuatan ummat Islam
masih belum cukup memadai untuk hal tersebut. Siapa lagi yang paling mungkin
memberikan raw material yang mumpuni terhadap da’wah profesi yang memiliki
imbas da’wah yang signifikan dalam kehidupan nyata, kalau bukan support dari
da’wah kampus.
Dr.
Musthafa Muhammad Thahhan mengatakan dalam bukunya Khuttah Amal Thullaby, bahwa
:“ Amal Thullabi yang terefleksi pada buku, guru/dosen, sekolah, kampus,
tulisan ilmiah, lembaga kemahasiswaan, baik di tingkat fakultas atau perguruan
tinggi, adalah lingkaran awal masyarakat madani. Selanjutnya diikuti oleh
organisasi profesi yang mengembangkan amal thullabi di berbagai spesialisasi
profesi, diteruskan oleh partai yang menjaga iklim kemerdekaan dan
demokratisasi sebagai lingkaran akhir untuk membentuk masyarakat dengan
nilai-nilai Islam yang lurus. Dengan semua itu, ummat akan mampu memperoleh
tempatnya yang terhormat di tengah masyarakat manusia “
Simultansi
antara Da’wah kampus, Da’wah Profesi dan siyasi merupakan sebuah estafet yang
berkelanjutan dalam membangun ummat serta anak tangga yang harus dilalui. Sudah
saatnya Da’wah kampus kini menyeimbangkan kembali peran dan fungsinya secara
proporsional agar kerja-kerja da’wahnya memberikan arti dan sumbangan yang
bukan hanya signifikan dalam akses dan ekses, tetapi dia juga bisa menjadi
pijakan yang kuat bagi keberlanjutan da’wah pada anak tangga berikutnya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar